Rabu, 23 Maret 2011

Perjuangan Masa Penjajahan Jepang

Perjuangan Masa Penjajahan Jepang
Pada tanggal 12 maret 1942, pasukan tentara Jepang mendarat dipantai Kuala Bugak Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur, selanjutnya menyebar seluruh penjuru Aceh Timur dan daerah sekitarnya.

Masa penjajahan Jepang walaupun tidak berlangsung lama namun membawa akibat penderitaan yang cukup memprihatinkan, seluruh rakyat hidup dalam kondisi kurang pangan dan sandang disertai dengan perlakuan kasar dari bala tentara Jepang terhadap rakyat yang tidak manusiawi, akibatnya timbullah perlawanan/pemberontakan rakyat.

Setelah Hirosima dan Nagasaki di bom atom oleh pasukan sekutu pada tanggal 10 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat, atas inisiatif dari pemuka-pemuka masyarakat di Langsa, Idi dan beberapa kota lainnya, mengadakan permusyawaratan untuk melakukan perlawanan terhadap bala tentara Jepang secara bersama dan terkoordinir.

Dibawah pimpinan Oesman Adamy (O.A) dan dibantu oleh sejumlah pemuda yang begitu bersemangat, mengerahkan rakyat disetiap kota guna menyerbu tangsi Jepang. Pada penyerbuan pagi hari, tanggal 5 Desember 1945 rakyat berhasil merebut sejumlah senjata, peluru dan amunisi, kemudian pada tanggal 8 Desember 1945 dibawah pimpinan Mayor Bachtiar juga rakyat mampu merebut senjata, peluru dan amunisi, selanjutnya kesemua rampasan senjata tersebut dibagikan kepada rakyat/pemuda yang dikenal dengan nama Angkatan Pemuda Indonesia (A.P.I) dibentuk pada awal oktober 1945, atas prakarsa pemuda bekas tentara jepang yang bergabung dalam GIU GUN, HEIHO, TOKOBETSU dan lain-lain.

Sejalan dengan lahirnya API di Aceh, maka secara nasional di Jakarta diresmikan suatau organisasi kemiliteran dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal TNI sekarang. setelah tentara Jepang kalah perang dan menyerah tanpa syarat kepada sekutu, mereka ditarik ke daerah Sumatera Utara dipusatkan di Medan.

Pada tanggal 18 Desember 1945 tentara Jepang mengadakan penyerbuan ke Aceh Timur dengan persenjataan yang serba lengkap, namun tetap mendapat perlawanan dari rakyat dan TKR dengan menghadangnya didaerah Halaban Sumatera Utara, pada pertempuran ini tentara Jepang tidak sampai ke Aceh Timur dan kembali ke Medan. Berselang satu minggu, yaitu tanggal 24 Desember 1945 tentara Jepang kembali mengadakan penyerbuan disertai jumlah personil yang lebih besar dengan persenjataan yang lebih lengkap, dipimpin oleh seorang jenderal bernama Nakamura.

Kekuatan senjata yang tidak seimbang, mengakibatkan tidak mampunya pasukan TKR dan rakyat menghadapi bala tentara Jepang diperbatasan Sumatera Utara - Aceh. Didasari semangat juang rakyat begitu tinggi, maka pasukan bala tentara Jepang tetap mendapat perlawanan sepanjang jalan raya antara Kuala Simpang - Langsa (Meudang Ara, Bukit Meutuah, Sei Lueng) dibawah pimpinan Mayor Bachtiar.

Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan TKR dan rakyat begitu gigihnya, sehingga sejumlah pasukan TKR dan rakyat gugur, terpaksa pasukan TKR dan rakyat mundur sampai dipertahanan Bukit Rata, Bukit Meutuah dan Batu Putih daerah Sungai Lueng.
Pasukan Jepang terus bergerak maju sampai ke Titi Kembar. Di Titi Kembar kembali mendapat perlawanan rakyat dengan memasang rintangan dari pepohonan disepanjang jalan, tujuannya adalah menghambat lajunya gerakan tentara Jepang memasuki Kota Langsa. Disaat tentara Jepang membuka rintangan, rakyat melakukan penyerangan dengan persenjataan yang lengkap, terpaksa pasukan rakyat mundur ke daerah perkampungan, sementara pasukan Jepang terus bergerak maju ke Kota Langsa.

Pasukan rakyat yang mundur sebagian menuju ke arah Selatan sampai ke Kebun Lama dan sebagian lagi ke arah Utara dan berkumpul di Meunasah Sei.Pauh dalam keadaan lapar dahaga.

Dalam pemeriksaan pasukan TKR dan rakyat diketahui beberapa anggota Palang Merah tidak hadir diduga mereka telah gugur. Kenyataannya benar bahwa komandan pasukan Palang Merah (Sdr. Mansur Bahar) bersama beberapa orang anggotanya tewas dalam kontak senjata disekitar Batu Putih - Titi Kembar.

Semangat Patriotisme rakyat untuk mengusir penjajah cukup meluap-luap walaupun dengan pengorbanan harta dan nyawa, hal ini terbukti beberapa hari setelah peristiwa di Titi Kembar pasukan TKR dan rakyat kembali bergabung di Birem Bayeun (± 5 Km dari Kota Langsa arah ke Barat), dipimpin oleh Kapten Hanafiah dan Tgk. Ismail Usman merencanakan penyerbuan ke Kota Langsa.

Dalam perjalanan menuju ke Kota Langsa mendapat informasi bahwa tentara Jepang telah meninggalkan Kota Langsa menuju Medan dengan membawa seluruh perbekalan. Pasukan TKR dan rakyat terus melanjutkan perjalanan memasuki Kota Langsa langsung ke pendopo dan bermarkas di pendopo. Setelah situasi normal seluruh pasukan dikembalikan ke induk pasukannya masing-masing.

PERJUANGAN MASA AGRESI
Rakyat Aceh walau dengan bersenjatakan bambu runcing, rencong serta senjata tajam lainnya, secara bahu membahu senantiasa berjuang menghadapi serangan militer Kolonial Belanda dengan tujuan untuk menjajah kembali.

Berdasarkan Radiogram panglima Sumatera (dikala itu dijabat oleh Mayor Jenderal Suharjowardoyo) meminta kepada pemimpin rakyat Aceh untuk memperkuat pertahanan Medan Area dan daerah Aceh sendiri, diharapkan agar Kota Medan direbut kembali.

http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/11/name/nanggroe-aceh-darussalam/detail/1103/aceh-timur

JANGAN LUPA