Selasa, 03 Mei 2011

ADAT DAN BUDAYA ACEH

 ADAT DAN BUDAYA ACEH
adat dan budaya aceh sangat bangat tapi masyarakat aceh sudah mulai meninggalkan budayanya sendiri bisa kita lihat dari adat pesijuk, petron anek, kenduri blang, kenduri laot. dan lain. kemudian buadaya masyarakat sudah mengadohsi budaya modern bisa kita liat dari pakaian, rumah aceh, makan pakek sendok, kesenian tradisional dan lain-lain. sungguh sayangnya masyarakat yang memiliki banyak buadaya sekarang sudah mulai pudar. banyak negara yang tidak mempunyai kebuadayaan mencuri buadaya orang lain. akankan aceh membiarkan budaya hilang.

nenek kita dulu mengatakan
gadoh anek meupat jerat...
gadoh adat pat tamita...

beda di waktu tsunami
gadoh anek meupat jerat...
gadoh adat jet tamita...




ADAT DAN BUDAYA ACEH

BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan YME dan sebagai wakil Tuhan di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Sebagai hamba Tuhan yang mempunyai kewajiban untuk beribadah dan menyembah Tuhan Sang Pencipta dengan tulus.

Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. 

B.     TUJUAN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pembelajaran.

C.    METODE PENULISAN

Penulis mempergunakan metode observasi. Cara-cara yang digunakan pada penelitian ini adalah studi pustaka dan Internet. Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan makalah ini dan browsing di Internet.

BAB II
PEMBAHASAN
ADAT DAN BUDAYA ACEH
  1. ACEH
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Di Provinsi Aceh terdapat empat suku utama yaitu:
Suku Aceh merupakan kelompok mayoritas yang mendiami kawasan pesisir Aceh. Orang Aceh yang mendiami kawasan Aceh Barat dan Aceh Selatan terdapat sedikit perbedaan kultural yang nampak nya banyak dipengaruhi oleh gaya kebudayaan Minangkabau. Hal ini mungkin karena nenek moyang mereka yang pernah bertugas diwilayah itu ketika berada di bawah protektorat kerajaan Aceh tempo dulu dan mereka berasimilasi dengan penduduk disana. 

Suku Gayo dan Alas merupakan suku minoritas yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua suku ini juga bersifat patriakhat dan pemeluk agama Islam yang kuat.

Setiap suku tersebut memiliki kekhasan tersendiri seperti bahasa, sastra, nyanyian, arian, musik dan adat istiadat. 

Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya. Hal ini karena menurut ajaran Islam tidak dibenarkan menampilkan bentuk manusia atau binatang sebagai ragam hias. 

Aceh sangat lama terlibat perang dan memberikan dampak amat buruk bagi keberadaan kebudayaannya. Banyak bagian kebudayaan yang telah dilupakan dan benda-benda kerajinan yang bermutu tinggi jadi berkurang atau hilang.
B.     BUDAYA ACEH
Di daerah Aceh terdapat beberapa kebudayaan daerah yang menjadi ciri khas dari daerah Aceh. Salah satu dari budaya Aceh adalah seni tarian saman dan rapai geleng. tarian saman dan rapai geleng sangat terkenal di berbagai daerah di Indonesia. Hal itu karenakan ada gerakan yang unik dan khas dari tarian itu sendiri. Sehingga jikalau ada yang menyaksikan tarian saman atau rapai geleng, pasti orang tersebut akan langsung teringat kepada daerah asal tarian itu berkembang yaitu daerah Aceh. Sebenarnya tarian ini hampir saja dilupakan oleh para remaja Aceh saat ini. Karena sebagian orang mengangapnya sudah ketinggalan zaman.

Akan tetapi, sebenarnya tarian ini sangat penting bagi pelestarian budaya aceh di masa yang akan datang. selain sebagian orang yang menganggapnya ketinggalan zaman. Ada beberapa pelajar dari berbagai daerah di Aceh yang mempelajari tarian ini di sekolahnya masing-masing. Kegiatan pelajar ini sangatlah baik. Kegiatannya inilah yang seharusnya didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Karena, dengan adanya kegiatan pelajar untuk belajar tarian ini. Maka, pelestarian budaya Aceh dapat terlaksana dengan baik. Dan generasi-generasi penerus di masa yang akan datang dapat terus melihat budaya pendahulunya di Aceh tercinta ini.
C.    UNSUR ISLAM DALAM SENI DAN BUDAYA ACEH
Kesenian Aceh pada dasarnya mempunyai ciri yang amat nyata, ya itu Islam didalamnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh Islam yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Aceh, terutama dalam kehidupan masyarakat Aceh masa lampau.

Dalam masyarakat Aceh masa kini ajaran Islam itu tetap dipandang sebagai nilai yang esensial dan masih sangat besar pengaruhnya sekalipun disamping itu pengaruh dari budaya modern mulai besar pula. Dengan kata lain telah terjadi pergeseran. Malah dalam beberapa nilai konflik nilai-nilai dalam masyarakat Aceh sekalipun  nilai-nilai Islam masih tetap dominan.

Mari kita lihat sekilas sejarah mengenai beberapa budaya dan seni Aceh diantara sekian banyak budaya dan seni kebanggaan masyarakat Aceh.

1.      SEUDATI

Seudati merupakan perpaduan antara seni tari, seni suara, seni sastra, karena selain dari menari, para pelaku juga sekaligus meyakinkan kisah-kisah yang tersusun secara bersajak dan dilagukan dengan berbagai lagu, pada permulaan sejarahnya, seudati itu berfungsi sebagai tari pahlawan yang dilaksanakan untuk melepaskan pasukan tentara yang akan berangkat ke medan juang dalam peperangan melawan musuh,- menyambut pasukan tentara yang pulang dari medan perang, lebih kalau pasukan itu pulang dengan membawa kemenangan, media dakwah, karena dalam kisah yang diucapkan bersajak itu, dapat diselipkan berbagai ajaran yang perlu didakwahkan.

Akan tetapi kemudian oleh karena kesenian tersebut sangat digemari oleh rakyat, maka diadakan juga pada waktu-waktu yang lain, bahkan dikampung-kampung. Akhirnya fungsi berubah menjadi hiburan rakyat dan dipertandingkan dengan pemungutan bayaran. Mula-mula tidak semalam suntuk, akan tetapi waktu pertandingan terjadi berbalas kisah, karena masing-masing tidak mau kalah, maka akhirnya sampai pagi hari, mataharilah yang memisahkan kedua belah pihak, akibatnya semua orang yang menikmati hiburan tersebut terpaksa tidur semalam suntuk, tidak sempat mencari rizki untuk belanja rumah tangga, disamping itu juga lama kelamaan timbul efek samping lainnya, yaitu terjadi perzinaan dan pencurian dikampung-kampung yang bersangkutan dan yang berdekatan, oleh karena itulah ulama Aceh membencinya, malah mengharamkannya, judi haramnya itu, bukan haram zaty, artinya bukan haram seudati atau keseniannya, melainkan haram karena akibat sampingan yang merusak masyarakat, kalau hal ini dapat dihindarkan tidak masalah.

Para pelaku seudati terdiri dari delapan orang penari ditambah satu atau anak seudati yang bagus suaranya, oleh karena para seudati terdiri dari delapan orang maka dinamakan saman berasal dari bahasa Arab yang berarti delapan, dan oleh karena dalam permainan itu diceritakan bermacam-macam terutama sewaktu pertandingan, maka dinamakan ratooh.

Pakaian para penari terdiri dari baju kaos lengan panjang celana panjang berwarna hitam atau putih yang agak genting pada bagian lutut dan kain sarung sutera berlipat dua dililit dipinggang, kemudian disisi plah sebilah rencong, lambang pahlawan Aceh dihulunya diikat denga kain kuning atau hijau, dikepalanya di ikat daster sutera yang dalam bahasa Aceh disebut “tangkulok sutera”

Oleh karena seudati sangat digemari oleh segenap masyarakat Aceh, maka dalam konferensi PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang berlangsung di kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tahun 1964 dibicarakan juga hukumnya, untuk keperluan itu maka dibentuklah sebuah tim penelaah yang terdiri dari tokoh-tokoh yang bertugas dijawatan agama keresidenan Aceh, akan tetapi karena situasi belum mengizinkan karena masih berlangsungnya perlawanan fisik melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia lagi, tambah pula ada antara anggota tim itu meninggal dunia, maka tim tersebut tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Namun dalam rapat-rapat telah terdapat titik terang, asal saja dalam pelaksanaannya dapat dihindari hal-hal yang negatif.

2.      LAWEUT 

Perkataan laweut berasal dari perkataan “seulaweut” (seulaweut dalam bahasa Indonesia) ini juga merupakan antara seni tari, seni suara dan seni sastra. Tari ini lebih mirip dengan tari seudati, hanya pelakunya terdiri dari gadis-gadis, oleh karena itu juga dinamakan dengan nama “seudati inong” (Seudati Perempuan) tarin seudati ini berasal dari Aceh Pidie.

3.      UNSUR ISLAM DALAM SENI RUPA

Seni rupa juga berkembang di Aceh, akan tetapi perkembangannya sekarang tidak menonjol sebagaimana keadaan pada masa lampau, seni rupa yang berkembang di Aceh adalah seni arsitektur, seni ukir, dan seni dalam membuat sulaman, anyaman, keramik, kopiah meukutop dan rencong, seni pahat dan seni lukis tidak berkembang pada masa lampau, dari keduanya hanya seni lukis yang mulai berkembang sekarang, sebab tidak berkembangnya seni pahat dan seni lukis pada masa lampau di Aceh juga karena ajaran Islam.

Setelah datangnya agama Islam maka pengaruh hindu yang ada di Aceh dihilangkan, maka dilarang membuat patung atau gambar mahluk yang bernyawa, baik manusia maupun hewan, larangan tersebut berdasarkan hadist ya itu: “ siapa yang melukis atau menggambar sebuah gambar, maka dia akan disiksa tuhan sampai dia bisa memberinya bernyawa, tapi selamanya tidak mungkin memberikan lukisan atau patung itu bernyawa” (Saleh Kasim, 1986).

4.      SENI ARSITEKTUR

Tercermin dari rumoh Aceh yang sekarang masih ada sisa-sisanya, bentuk dari rumah tradisional Aceh ini memanjang dari arah timur ke barat yang maksudnya dibuat demikian adalah untuk memudahkan menentukan arah kiblat. Dibagian sebelah barat maupun sebelah timur sejajar dengan kuda-kuda dan letaknya agak keluar, terdapat tolak angin (tulak angen) yang sepenuhnya berisi ukiran-ukiran yang merupakan kaligrafi yang berasal dari ayat-ayat al-Quran.

Demikian pula pada pintu rumah yang disebut juga Pinto Aceh serta pada kisi-kisi dan bingkai jendela terdapat juga ukiran-ukiran yang bermotif alam (misalnya bunga) dan kaligrafi huruf Arab. Selain daripada itu, dalam mendirikan rumah Aceh tradisional didirikan upacara yang bersifat religius, seperti halnya mengadakan peusijuek, yang hal itu sebenarnya merupakan sisa-sisa kebudayaan sebelum Islam datang, yaitu animisme dan dinamisme yang berbau magis, namun dalam upacara itu telah dimasukkan ajaran Islam, misalnya membacakan doa secara Islam bila acara mendirikan rumah itu selesai, disamping hal-hal tersebut diatas masih dapat juga ditelusuri unsur-unsur Islam yang terdapat dalam arsitektur Rumoh Aceh ( Rumah Aceh), misalnya dari struktur ruangan-ruangan yang terdapat dalam rumah itu yang ada kaitan dengan peranan-peranan daripada penghuninya. Jadi unsur Islam dalam seni arsitektur Aceh sangat jelas.

5.      ANYAMAN

Anyaman berkembang di Aceh sampai dengan sekarang, akan tetapi yang masih maju di daerah-daerah pedalaman, akan tetapi didaerah perkotan anyaman tersebut sudah minim, anyaman tersebut dibuat dari daun lontar dan pandan dalam bahasa Aceh dinamakan sikee, anyaman yang biasa dibuat adalah tikar, diantaranya adalah tikar sembahyang dan tikar orang mati, tikar sembahyang khusus dibuat untuk maksud itu (tikar sajadah) dan disamping itu bentuk juga memperlihatkan unsur Islam.

Bagian depan menyerupai kubah mesjid, dan bagian pinggirnya menyerupai gigi buaya sebanyak lima buah yang melambangkan bahwa seorang yang sedang bersembahyang tidak boleh melakukan kegiatan lain ( misalnya berbicara) akan tetapi harus kusyuk seakan-akan orang itu (hatinya) berbicara dengan tuhan.

6.      RENCONG

Timbul Rencong di Aceh juga karena pengaruh Islam. Banyak simbol-simbol pada rencong yang memperlihatkan unsur Islam didalamnya. 

Unsur Islam juga dapat ditelusuri dari cara membuatnya . untuk membuat sebuah rencong adakalanya dilakukan dengan cara ilmu ghaib yaitu dengan mengurutkan besi atau logam bahan rencong dengan  jari tangan dengan membaca mantra-mantra dari ayat al-quran sehingga ia benar-benar ampuh sebagai senjata.

Inilah sekilas tentang seni dan budaya Aceh yang penuh dengan nilai-nilai religius dan heroik, selama ini banyak daripada generasi Aceh yang tidak mengenal akan budaya nenek moyang mereka, mereka lebih mengenal akan budaya-budaya asing (budaya barat) yang sama sekali tidak cocok dengan kultur kita masyarakat Aceh  ini merupaka sebuah dilema bagi kelestarian budaya yang sangat kita cintai ini, padahal seharusnya kita harus bangga dengan budaya kita itu yang berbeda dengan budaya-budaya lain yang ada di dunia ini.

Semua pihak harus bangkit dan bersatu menyelamatkan budaya kita, semua kita harus mempunyai rasa memiliki dan rasa mencintai terhadapa budaya yang kita miliki, setiap bangsa yang lupa akan budayanya maka bangsa tersebut akan kehilangan jati diri. Mari kita bangkitkan kembali rasa cinta terhadap budaya kita kepada segenap generasi kita sejak dini sebelum semuanya terlambat.
D.    SEJARAH
Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Kekuasaan Aceh pula meliputi hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.

Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
E.     MAKANAN KHAS
Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai itik, kari kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu emping melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh.
  1. UPACARA PERKAWINAN ADAT ACEH
1.      TAHAPAN MELAMAR (BA RANUB)

Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga akan mengirim seorang yang bijak dalam berbicara (disebut theulangke) untuk mengurusi perjodohan ini. Jika theulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlabih dahulu dia akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan maksud melamar gadis itu.

Pada hari yang telah di sepakati datanglah rombongan orang2 yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya seperti gambe, pineung reuk, gapu, cengkih, pisang raja, kain atau baju serta penganan khas Aceh. Setelah acara lamaran iini selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya lamaran tersebut.

2.      TAHAPAN PERTUNANGAN (JAKBA TANDA)

Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan peukeong haba yaitu membicarakan kapan hari perkawinan akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar (disebut jeunamee) yang diminta dan beberapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jakba tanda)

Acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh, buleukat kuneeng dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila ikatan ini putus ditengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.

3.      PERSIAPAN MENJELANG PERKAWINAN

Seminggu menjelang akad nikah, masyarakat aceh secara bergotong royong akan mempersiapkan acara pesta perkawinan. Mereka memulainya dengan membuat tenda serta membawa berbagai perlengkapan atau peralatan yang nantinya dipakai pada saat upacara perkawinan. Adapun calon pengantin wanita sebelumnya akan menjalani ritual perawatan tubuh dan wajah serta melakukan tradisi pingitan. Selam masa persiapan ini pula, sang gadis akan dibimbing mengenai cara hidup berumah tangga serta diingatkan agar tekun mengaji.

Selain itu akan dialksanakan tradisi potong gigi (disebut gohgigu) yang bertujuan untuk meratakan gigi dengancara dikikir. Agar gigi sang calon pengantin terlihat kuat akan digunakan tempurung batok kelapa yang dibakar lalu cairan hitam yang keluar dari batok tersebut ditempelkan pada bagian gigi. Setelah itu calon pengantin melanjutkan dengan perawatan luluran dan mandi uap

Selain tradisi merawat tubuh, calon pengantin wanita akan melakukan upacara kruet andam yaitu mengerit anak rambut atau bulu-bulu halus yang tumbuh agar tampak lebih bersih lalu dilanjutkan dengan pemakaian daun pacar (disebut bohgaca) yang akan menghiasi kedua tangan calon pengantin. Daun pacar ini akan dipakaikan beberapa kali sampai menghasilkan warna merah yang terlihat alami.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan mengadakan pengajian dan khataman AlQuran oleh calon pengantin wanita yang selanjutnya disebut calon dara baro (CBD).Sesudahnya, dengan pakaian khusus, CBD mempersiapkan dirinya untuk melakukan acara siraman (disebut seumano pucok) dan didudukan pad asebuah tikaduk meukasap. 

Dalam acara ini akan terlihat beberapa orang ibu akan mengelilingi CBD sambil menari-nari dan membawa syair yang bertujuan untuk memberikan nasihat kepada CBD. Pada saat upacara siraman berlangsung, CBD akan langsung disambut lalu dipangku oleh nye’wanya atau saudara perempuan dari pihak orang tuanya. Kemudian satu persatu anggota keluarga yang dituakan akan memberikan air siraman yang telah diberikan beberapa jenis bunga-bungaan tertentu dan ditempatkan pada meundam atau wadah yang telah dilapisi dengan kain warna berbeda-beda yang disesuaikan dengan silsilah keluarga.

4.      UPACARA AKAD NIKAH DAN ANTAR LINTO

Pada hari H yang telah ditentukan, akan dilakukan secara antar linto (mengantar pengantin pria). Namun sebelum berangkat kerumah keluarga CBD, calon pengantin pria yang disebut calon linto baro(CLB) menyempatkan diri untuk terlebih dahulu meminta ijin dan memohon doa restu pada orang tuanya. Setelah itu CLB disertai rombongan pergi untuk melaksanakan akad nikah sambil membawa mas kawin yang diminta dan seperangkat alat solat serta bingkisan yang diperuntukan bagi CDB. 

Sementara itu sambil menunggu rombongan CLB tiba hingga acara ijab Kabul selesai dilakukan, CDB hanya diperbolehkan menunggu di kamarnya. Selain itu juga hanya orangtua serta kerabat dekat saja yang akan menerima rombongan CLB. Saat akad nikah berlangsung, ibu dari pengantin pria tidak diperkenankan hadir tetapi dengan berubahnya waktu kebiasaan ini dihilangkan sehingga ibu pengantin pria bisa hadir saat ijab kabul. Keberadaan sang ibu juga diharapkan saat menghadiri acara jamuan besan yang akan diadakan oleh pihak keluarga wanita.

Setelah ijab kabul selesai dilaksanakan, keluarga CLB akan menyerahkan jeunamee yaitu mas kawin berupa sekapur sirih, seperangkat kain adat dan paun yakni uang emas kuno seberat 100 gram. Setelah itu dilakukan acara menjamu besan dan seleunbu linto/dara baro yakin acara suap-suapan di antara kedua pengantin. Makna dari acara ini adalah agar keduanya dapat seiring sejalan ketika menjalani biduk rumah tangga.

5.      UPACARA PEUSIJEUK

Yaitu dengan melakukan upacara tepung tawar, memberi dan menerima restu dengan cara memerciki pengantin dengan air yang keluar dari daun seunikeuk, akar naleung sambo, maneekmano, onseukee pulut, ongaca dan lain sebagainya minimal harus ada tiga yang pakai. Acara ini dilakukan oleh beberapa orang yang dituakan(sesepuh) sekurangnya lima orang.

Tetapi saat ini bagi masyarakat Aceh kebanyakan ada anggapan bahwa acara ini tidak perlu dilakukan lagi karena dikhawatirkan dicap meniru kebudayaan Hindu. Tetapi dikalangan ureungchik (orang yang sudah tua dan sepuh) budaya seperti ini merupakan tata cara adat yang mutlak dilaksanakan dalam upacara perkawinan. Namun kesemuanya tentu akan berpulang lagi kepada pihak keluarga selaku pihak penyelenggara, apakah tradisi seperti ini masih perlu dilestarikan atau tidak kepada generasi seterusnya.

BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan. Kebudayaan Aceh sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Tarian, kerajinan, ragam hias, adat istiadat, dan lain-lain semuanya berakar pada nilai-nilai keislaman. Contoh ragam hias Aceh misalnya, banyak mengambil bentuk tumbuhan seperti batang, daun, dan bunga atau bentuk obyek alam seperti awan, bulan, bintang, ombak, dan lain sebagainya.

Kesehatan ibu hamil harus terus di perhatikan. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan keluarga terhadap kebutuhan ibu dari saat hamil sampai melahirkan, baik dari segi makanan, ramuan, obat–obatan,  thet batee (bakar batu), salee (diasapi), dan lain-lain.

Fenomena syariat Islam di Aceh hari ini cendrung mengarah kepada pendistorsian syariat itu sendiri. Di satu sisi budaya masyarakat Aceh adalah budaya yang sangat mendukung pelaksanaan syariat Islam, tapi pada prosesnya mengalami hambatan di tingkatan atas, yaitu elite-elite politik yang cenderung menjadikan syariat Islam itu sebagai komoditas politik yang berorientasi pada kekuasaan. Indikasinya ditandai dengan lambannya proses pembuatan kanun-kanun (UU).

  1. SARAN
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk kita, agar kita lebih memahami dan mengerti permasalahan Kebudayaan Aceh.

http://destririfhani.blogspot.com/2011/03/adat-dan-budaya-aceh.html

JANGAN LUPA