IMIGRASI AWAL BANGSA CINA DI ASIA TENGGARA
Bangsa Cina ternyata telah melakukan migrasi sejak ribuan tahun silam. Dalam catatan sejarah, migrasi awal bangsa ini dilakukan sebelum abad ke-sembilan belas khususnya ke wilayah Asia Tenggara dan Taiwan. Para imigran bangsa Cina umumnya terdiri atas pelarian politik yang menentang dinasti yang sedang berkuasa saat itu. Selain itu ada pula pengikut rombongan duta pemerintah Cina yang tertinggal di negara-negara yang disinggahi, dan pedagang yang “membonceng” rombongan duta pemerintah Cina ataupun peziarah agama Budha yang pergi ke India melalui laut.
Menurut catatan sejarah, hubungan awal bangsa Cina dengan bangsa-bangsa di Asia Tenggara sudah terjadi sejak jaman dinasti Han yang berkuasa pada 206 SM - 221 M. Pada 230-240, raja Sun Quan dari dinasti Wu juga tercatat pernah tiga kali mengirim duta ke Asia Tenggara. Pada jaman dinasti Jin yang berkuasa 265 M – 419 M, tercatat seorang pendeta Budha yang bernama Faxian kembali ke Cina dari India melalui Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Ketika singgah di ibukota Sriwijaya, Faxian merasa terharu melihat sebuah kipas Cina. Kipas ini membuktikan kemungkinan telah ada bangsa Cina yang datang ke Sriwijaya sebelum Faxian. Di daratan Cina sendiri, sejak 671 M, Guangzhou (Canton) telah dikenal sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi pedagang bangsa asing.
Pada 907, Cina juga mengirim utusan ke Semenanjung Malaka. Berikutnya ketika dinasti Yuan berkuasa pada 1277-1367, banyak pembangkang pemerintah Mongol yang melarikan diri ke Jepang, Kamboja, dan Vietnam. Pusat perdagangan pun kemudian dipindahkan ke Guangzhou. Tiga pelabuhan dagang baru dibuka, yaitu Qingyuan, Shanghai, dan Qanpu.
Pada masa keemasannya, yaitu periode 1279 - 1295, Yuan kembali mengirim duta ke Kamboja, India, dan Jawa. Di Jawa duta Yuan bentrok dengan Raja Kertanegara dari Jawa Timur. Menurut catatan sejarah, sampai dengan akhir berkuasanya dinasti Yuan, bangsa Cina sudah ada yang menetap di Sumatera, Singapura, dan Jawa.
Ketika Ming berkuasa pada 1368 - 1644, Kaisar Yong Le mengirim duta ke berbagai negara di Asia Tenggara bahkan hingga ke Afrika Utara. Perjalanan duta Ming ini dikenal dengan perjalanan Armada Laksamana Cheng Ho. Bukti kunjungannya ke Jawa dapat kita lihat di Semarang dan Ancol - Jakarta, yaitu berupa kelenteng yang dibangun untuk memuja Zheng Ho (Sam Poo Toa Lang) atau yang memuja salah seorang pengikut rombongan Zheng Ho yang meninggal dunia di Jawa.
Sejak abad ketiga, pelaut Cina telah berlayar ke Indonesia untuk melakukan perdagangan. Rute pelayaran menyusuri pantai Asia Timur dan pulangnya melalui Kalimantan Barat dan Filipina dengan mempergunakan angin musim. Pada abad ketujuh, hubungan Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi belum menetap. Imigran dari Cina kemudian masuk ke Kerajaan Sambas dan Mempawah dan terorganisir dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan Bodok dalam Kerajaan Sambas dan Mandor dalam Kerajaan Mempawah. Pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan Ike Meso, Shih Pi dan Khau Sing dalam perjalanannya untuk menghukum Kertanegara, singgah di kepulauan Karimata yang terletak berhadapan dengan Kerajaan Tanjungpura. Karena kekalahan pasukan ini dari angkatan perang Jawa dan takut mendapat hukuman dari Khubilai Khan, kemungkinan besar beberapa dari mereka melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat.
Pada tahun 1407, di Sambas didirikan Muslim/Hanafi - Chinese Community. Tahun 1463 laksamana Cheng Ho, seorang Hui dari Yunan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias Jung Lo (kaisar keempat dinasti Ming) selama tujuh kali memimpin ekspedisi pelayaran ke Nan Yang. Beberapa anak buahnya ada yang kemudian menetap di Kalimantan Barat dan membaur dengan penduduk setempat. Mereka juga membawa ajaran Islam yang mereka anut.