Lhokseumawe | Harian Aceh – Pemerintah Kota Lhokseumawe diharapkan memberdayakan komplek Makam Teungku Lhokseumawe, di Lorong I Gampong Banda Masen, Kecamatan Banda Sakti sebagai lokasi wisata sejarah. Di sisi lain, perlu penelitian lebih lanjut terhadap situs makam yang disakralkan itu, karena teridentifikasi sebagai bekas lalu lintas pelayaran yang berlabuh di wilayah Samudera Pasai.
“Pemerintah melalui dinas terkait bisa mendorong pihak sekolah maupun perguruan tinggi guna mengunjungi komplek Makam Teungku Lhokseumawe sebagai lokasi wisata sejarah. Menurut keterangan masyarakat setempat, kawasan makam ini diyakini sebagai pusat kota Lhokseumawe kuno,” kata Herman,45, pecinta sejarah di Lhokseumawe, Sabtu (28/5).
Herman mengakui masyarakat Lhokseumawe hanya mengenal makam dan tugu Teungku Lhokseumawe sebagai makam bersejarah. Namun belum diketahui secara jelas identitas Teungku Lhokseumawe tersebut, karena tidak ditemukan data primair terkait hal itu. Berdasarkan cerita rakyat, Teungku Lhokseumawe adalah seorang yang syahit dalam peperangan kaum muslimin. Sehingga selama ini makam itu dikeramatkan oleh masyarakat. Dulunya dikabarkan ada buaya di sekitar makam tersebut yang terletak di bibir Krueng Cunda.
Alamsyah, 81, warga yang menetap di sekitar komplek Makam Teungku Lhokseumawe, menyebutkan, selama ini lokasi itu sering dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, di antaranya asal Aceh Timur, Bireuen, Pidie, dan kabupaten/kota lainnya di Aceh. “Kadang-kadang dalam sebulan ada dua kali kunjungan, tapi ada yang dalam sebulan tidak ada sama sekali,” katanya, kemarin.
Di sekitar situs makam itu sering ditemukan dirham. Lokasi ini juga diyakini sebagai bekas kawasan Kerajaan Samudera Pasai, karena terdapat banyak batu nisan yang bentuk dan motifnya mirip dengan nisan peninggalan masa Samudera Pasai. “Perlu penelitian lebih lanjut terhadap kawasan ini tentang kota pelabuhan Samudera Pasai yang berlokasi di Lhokseumawe. Kanal atau sekarang lebih dikenal Krueng Cunda, teridentifikasi sebagai bekas lalu lintas pelayaran yang berlabuh di kawasan Samudera Pasai,” kata Tgk Taqiyuddin Muhammad, peneliti sejarah dan kebudayaan Islam.
Dengan penelitian arkheologis di lokasi tersebut, kata Taqiyuddin, kemungkinan besar dapat mengungkap data-data historis tentang peran strategis Samudera Pasai dalam dunia pelayaran antar-bangsa. “Mungkin bisa ditemukan tinggalan-tinggalan kerangka kapal dan berbagai tinggalan arkheologis maritim lainnya. Terutama untuk menyingkap siapakah pelaut Samudera Pasai yang terkenal itu serta beberapa masyarakat pelaut lainnya di masa itu. Karena pada masa Kerajaan Samudera Pasai dihuni oleh pelaut yang handal di seluruh perairan di nusantara ini,” katanya.(nsy)
http://harian-aceh.com/2011/05/29/makam-teungku-lhokseumawe-layak-menjadi-wisata-sejarah
“Pemerintah melalui dinas terkait bisa mendorong pihak sekolah maupun perguruan tinggi guna mengunjungi komplek Makam Teungku Lhokseumawe sebagai lokasi wisata sejarah. Menurut keterangan masyarakat setempat, kawasan makam ini diyakini sebagai pusat kota Lhokseumawe kuno,” kata Herman,45, pecinta sejarah di Lhokseumawe, Sabtu (28/5).
Herman mengakui masyarakat Lhokseumawe hanya mengenal makam dan tugu Teungku Lhokseumawe sebagai makam bersejarah. Namun belum diketahui secara jelas identitas Teungku Lhokseumawe tersebut, karena tidak ditemukan data primair terkait hal itu. Berdasarkan cerita rakyat, Teungku Lhokseumawe adalah seorang yang syahit dalam peperangan kaum muslimin. Sehingga selama ini makam itu dikeramatkan oleh masyarakat. Dulunya dikabarkan ada buaya di sekitar makam tersebut yang terletak di bibir Krueng Cunda.
Alamsyah, 81, warga yang menetap di sekitar komplek Makam Teungku Lhokseumawe, menyebutkan, selama ini lokasi itu sering dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, di antaranya asal Aceh Timur, Bireuen, Pidie, dan kabupaten/kota lainnya di Aceh. “Kadang-kadang dalam sebulan ada dua kali kunjungan, tapi ada yang dalam sebulan tidak ada sama sekali,” katanya, kemarin.
Di sekitar situs makam itu sering ditemukan dirham. Lokasi ini juga diyakini sebagai bekas kawasan Kerajaan Samudera Pasai, karena terdapat banyak batu nisan yang bentuk dan motifnya mirip dengan nisan peninggalan masa Samudera Pasai. “Perlu penelitian lebih lanjut terhadap kawasan ini tentang kota pelabuhan Samudera Pasai yang berlokasi di Lhokseumawe. Kanal atau sekarang lebih dikenal Krueng Cunda, teridentifikasi sebagai bekas lalu lintas pelayaran yang berlabuh di kawasan Samudera Pasai,” kata Tgk Taqiyuddin Muhammad, peneliti sejarah dan kebudayaan Islam.
Dengan penelitian arkheologis di lokasi tersebut, kata Taqiyuddin, kemungkinan besar dapat mengungkap data-data historis tentang peran strategis Samudera Pasai dalam dunia pelayaran antar-bangsa. “Mungkin bisa ditemukan tinggalan-tinggalan kerangka kapal dan berbagai tinggalan arkheologis maritim lainnya. Terutama untuk menyingkap siapakah pelaut Samudera Pasai yang terkenal itu serta beberapa masyarakat pelaut lainnya di masa itu. Karena pada masa Kerajaan Samudera Pasai dihuni oleh pelaut yang handal di seluruh perairan di nusantara ini,” katanya.(nsy)
http://harian-aceh.com/2011/05/29/makam-teungku-lhokseumawe-layak-menjadi-wisata-sejarah