Kamis, 05 Januari 2012

Ie Beuna Di Aceh

Pendahuluan
Gempa bumi berkekuatan 8.9 pada skala richter yang diikuti tsunami pada hari minggu, 26 Desember 2004 telah memporak porandakan bumi Aceh. Hanya dalam hitungan menit, sekitar 250.000 nyawa penduduk Aceh melayang. Puluhan ribu rumah penduduk, harta benda, gedung-gedung perkantoran, sekolah, pertokoan serta fasilitas-fasilitas umum lainnya hancur seketika. Perisitwa pada hari minggu merupakan musibah terbesar yang terjadi dalam abad ini. Peristiwa dahsyat seperti ini sebelumnya pernah terjadi pada zaman nabi Nuh kepada kaumnya yang tidak taat. Namun bedanya pada zaman nabi, umat manusia masih sempat untuk bertobat sedangkan peristiwa sekarang terjadinya begitu cepat.
Bencana ini telah mengejutkan masyarakat dunia untuk melirik Aceh sesaat. Sebagai tragedi berskala internasional perlu ditangani secara bersama. Sebagai wujud dari kepedulian masyarakat dunia maka berbagai bantuan mengalir secara bergelombang dari dalam negeri maupun luar negeri. Menurut Teuku Abdullah seorang pakar geofisika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) penyebab terjadinya gempa dan tsunami pada tanggal 26 desember 2004 diawali dari terjangan lempengan bumi benua Australia terhadap lempengan bumi pulau Sumatera yang menimbulkan goncangan naik turun. Patahan ini membuat kerak bumi jadi terbelah sehingga sesaat sebelum terjadi tsunami, air laut di beberapa tempat terlihat surut. Beberapa menit kemudian datang semburan air ke daratan. Air yang berwarna hitam yang berbau unsur kimia seperti bau belerang (fosphor).
Tsunami yang terjadi 26 Desember lalu adalah sebuah peringatan Allah atas berbagai kelalaian manusia pada Nya. Gempa dan tsunami ini merupakan sunatullah dan bencana (bala) yang datang dari Alllah SWT kepada hambanya, yang ada sebab dan akibatnya. Dalam Al-Quran Allah telah berfirman : “apabila langit terbelah, apabila bintang-bintang jatuh berserakan, apabila lautan dijadikan meluap dan apabila kuburan-kuburan dibongkar, maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dari yang dilalaikannya” (Al-Infithar 1-5).
Sejarah Gempa dan Tsunami
Gempa dan tsunami yang melanda bumi Serambi Mekkah, merupakan gempa nomor tiga terdahsyat di dunia setelah Chili Selatan pada tanggal 29 Mei 1960 dengan kekuatan 9,5 Skala Richter dan Achorage Alaska tanggal 28 Maret 1964 dengan kekuatan 9,2 Skala Richter. Di Indonesia sejak tahun 1899 sampai tahun 1994 telah terjadi paling tidak 38 kali tsunami dan telah menimbulkan korban yang cukup banyak, baik harta maupun jiwa. Dari kejadian tersebut ada beberapa tempat yang terparah, seperti Sumbawa tahun 1977 dengan korban jiwa sebanyak 161 jiwa, di Flores NTT tanggal 12 Desember 1992 yang menenggelamkan Pulau Babi serta menelan korban 2049 orang meninggal. Lalu di Banyuwangi pada 3 Juni 1994 menelan korban sebanyak 208 jiwa dan 26 orang dinyatakan hilang. kemudian disusul gempa di Liwa, gempa di Kerinci dan Aceh tanggal 26 Desember 2004. Menurut cacatan sejarah di Aceh sudah pernah terjadi bencana gempa dan tsunami sebanyak tiga kali. Pertama tahun 1768, kedua pada tahun 1869 dan yang ketiga akhir 2004. Pada zaman dulu namanya bukan tsunami, melainkan Seumong.
Menurut Adjat Sudradjat (1994) antara tahun 1816 hingga sekarang tercatat di provinsi NAD telah terjadi 4 kali tsunami akibat gempa, terakhir kali terjadi pada tahun 1907 yang menelan korban lebih kurang 400 orang. Di Aceh, bencana tsunami ini disebut juga dengan istilah Ie Beuna. Akan tetapi sebutan ini hanya sebatas orang tua saja yang mengetahuinya sedangkan anak-anak sekarang sangat minim pengetahuan tentang Ie Beuna. Bahkan sampai ada yang tidak mengerti sama sekali apa itu Ie Beuna.
Konsep dan Kepercayaan Terhadap Ie Beuna
Sejarah mencatat di Aceh pernah ada tsunami yang dinamakan Ie Beuna. Kata Ie Beuna ini merupakan kosa kata bahasa Aceh yang dalam ucapan sehari-hari Ie artinya “air” sedangkan Beuna terdapat dua makna yang pertama artinya “harus ada” yang kedua artinya “benar”. menurut kamus Aceh – Belanda karangan Hoesin Djajadiningrat Ie Beuna yaitu : gelombang tinggi yang berasal dari laut melanda daratan, yang diakibatkan karena gempa. Ada juga definisi lain Ie Beuna yang berasal dari orang-orang Aceh. Seperti ada yang menyebutkan Ie Beuna ini air bahaya, yang datang dari tengah laut, dengan ketinggiannya setinggi pohon kelapa. Ada juga yang mengatakan Ie Beuna yaitu air hantu laut, makna hantu ini ialah makhluk Allah. Sama juga seperti di sungai namanya Ie Balum Beude. Ie Balum Beude hanya terdapat di sungai, bentuknya berupa putaran air yang sangat cepat sampai ke dasar tanah. Sedangkan Ie Buena datangnya dari laut dengan kecepatan yang melebihi pesawat terbang. Ie Beuna sama dengan tsunami yaitu gelombang yang sangat tinggi menghantam daratan. Oleh karena itu sepandai-pandainya orang berenang kemungkinan besar akan hanyut di telan oleh kedua air ini, hanya mukjizat dari Allah yang bisa selamat dari air ini.
Pada zaman kesultanan Aceh, Ie Beuna pernah terjadi di tengah laut tidak menghancurkan daratan, waktu itu kapal-kapal kerajaan memakai persenjataan meriam untuk menembak Ie Beuna yang muncul dengan ketinggian dua kali pohon kelapa (± 30 meter) di tengah laut. Supaya Ie Beuna pecah dan tidak menghancurkan kapal kerajaan. Namun kejadian sekarang berbeda, Ie Beuna menghantam daratan. Mengakibatkan sebahagian kota Banda Aceh dan Aceh Besar rusak berat bahkan di pantai barat seperti Meulaboh, Calang dan Lamno 90% hancur total serta sebahagian pantai utara.
Dulunya kawasan Ulee Lheue, Peukan Bada, Meuraxa, Lambaro Skep, Kajhu dan tempat-tempat lain yang terkena tsunami dipenuhi dengan pohon bakau (mangrove) dan pohon nipah, kalau di pinggir laut ditanami pohon pandan tidak ada perumahan ataupun pertokoan di tempat tersebut. Pusat pemerintahan dan perekonomian jauh dari bibir pantai. Menurut penuturan Tgk Ali Lamkawe, semasa beliau menuntut ilmu agama di pesantren Darussalam Labuhan Haji (Aceh Selatan), teringat perkataan gurunya Tgk Haji Muda Waly apabila kalian pergi ke pantai harus selalu membawa bibit pohon pandan untuk ditanam di pinggir laut. Lalu Tgk Ali bertanya kepada gurunya, buat apa bibit ini ditanam? Tgk Haji Muda Waly menjawab: untuk mencegah datangnya gelombang air laut ke darat.
Sebuah hikayat Aceh kuno karangan Tengku di Tucum, yang menceritakan tentang bermacam-macam bala (bencana) di Aceh, disebutkan adanya Ie Beuna. Dalam hikayat ini dijelaskan “apabila ulama dijahilkan dan aulia di permalukan, maka akan datang azab dari Allah SWT berupa air laut naik ke darat”. Menurut hikayat Tengku di Tucum ini bakal ada lagi bala yang lebih besar dari Ie Beuna di Aceh, tetapi tidak diketahui yang bagaimana, kapan terjadi dan di mana. Hanya Allah SWT yang maha mengetahui semuanya.
Menurut penuturan dari Tgk Ibrahim, dalam kitab Tajul Muluk dijelaskan : di bumi ini terdapat dua buah bukit yang luasnya 10 kali dari luas bumi, namanya bukit Qaf. Di bukit tersebut banyak terdapat para malaikat. Bukit Qaf ini berada di luar bumi, tidak ada umat manusia yang bisa mendeteksi di mana keberadaan bukit tersebut. Hanya Allah SWT saja yang mengetahuinya. Bukit Qaf dan bumi menurut beliau dalam kitab Tajul Muluk tersambung. Diumpamakan seperti urat nadi. Apabila seseorang telah durhaka, banyak terjadi maksiat di berbagai tempat serta tidak patuh kepada agama maka Allah SWT menyuruh malaikatnya untuk menggoyangkan bumi melalui urat nadi tadi dari bukit Qaf. Inilah sebab terjadinya gempa dan gelombang tsunami di muka bumi ini. Kitab Tajul Muluk ini sebuah naskah kuno yang sangat populer di kalangan masyarakat Melayu dan khususnya masyarakat Aceh. Naskahnya berisi tentang sistem pengobatan tradisional, ramalan, ilmu perbintangan, hikayat, filsafat tentang penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya.
Dalam Al-Quran, Surat Al-Anbiya ayat 30 diterangkan : “sebenarnya (azab) itu akan datang kepda mereka dengan tiba-tiba lalu membuat mereka menjadi panik, maka tidaklah mereka sanggup menolaknya dan tidak pula mereka diberi penangguhan”.
Sehubungan dengan kepercayaan R.R Marett menyatakan : fenomena alam terjadi karena keyakinan manusia akan adanya kekuatan gaib yang tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia dan yang menjadi sebab timbulnya gejala-gejala tersebut tak dapat dilakukan manusia biasa. Selanjutnya R.Otto, mengemukakan suatu sistem kepercayaan masyarakat berpusat kepada suatu konsep tentang hlm yang gaib (mysterium) yang dianggap maha dasyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia. Tetapi tetap tertarik dan menimbulkan sikap kagum-terpesona untuk bersatu dengan hlm-hlm gaib dan keramat yang tidak dapat dijelaskan dengan akal manusia.
Demikian pula pada kejadian tanggal 26 Desember menimbulkan beberapa pemikiran masyarakat secara kolektif, yang dikaitkan dengan religi. Pemikiran ini merupakan suatu pandangan di luar kemampuan akal manusia dalam menanggapi fenomena alam tersebut. Pandangan-pandangan ini diyakini oleh masyarakat suatu hal gaib yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada mereka semua. Beberapa dari korban tsunami yang selamat, mereka melihat air tsunami tersebut sangat luar biasa dahsyatnya. Banyak terjadi keajaiban di luar akal manusia. Seperti ada yang mengatakan berbentuk ular cobra yang sangat besar, berdiri tegak seperti pohon kelapa. Ada juga yang mengatakan berbentuk tangan raksasa manusia yang khusus mencari orang. Dari cerita-cerita tersebut telah memberikan suatu pandangan dan ilham tersendiri bagi yang mendengarnya, baik orang Aceh maupun orang luar yang datang melihat langsung situasi dan kondisi di lapangan akibat gempa dan tsunami.
Tsunami merupakan sunatullah yang datang dari Allah SWT. Bencana ini menurut keyakinan kebanyakan orang Aceh merupakan kiamat kecil yang dinampakkan oleh Allah SWT kepada umatnya yang telah lupa, untuk beribadah kepadanya. Banyak hal-hal keagamaan telah dilalaikan oleh umat manusia sekarang ini, sehingga Allah SWT menunjukkan kekuasaannya dengan terjadinya gempa dan tsunami. Supaya menjadi pelajaran bagi umat manusia untuk bertobat dan sadar kembali kepada jalan Allah SWT. Dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 4 dan 5 disebutkan “berapa banyak negeri yang telah kami binasakan. Maka datanglah siksaan kami (menimpa penduduk)-nya di waktu mereka berada di malam hari atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari. Maka, tidak ada keluhan mereka di waktu datang kepada mereka siksaan kami, kecuali mengatakan : sesuangguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”.
Menurut Tgk Ibrahim suatu bencana (bala) merupakan kehendak Allah SWT terhadapa hambanya, dan musibah yang terjadi di Aceh contoh kiamat kecil yang diperlihatkan kepda umatnya. Untuk itu beliau mengajak umat manusia dapat mengambil hikmah dari musibah yang terjadi di Aceh. Karena beliau mengkhawatirkan masyarakat sekarang ini tidak lagi mempertimbangkan amanah, menghalalkan berbagai cara untuk mendapat sesuatu yang dilarang agama serta telah banyak melakukan perbuatan maksiat.
Mudah-mudahan korban bencana gempa dan tsunami yang telah meninggal maupun hilang diterima arwahnya di sisi Allah SWT dan mendapatkan pahala syahid seperti yang dijanjikan Allah kepada umatnya yang beriman. Serta kita yang masih selamat dari musibah ini supaya bisa menjadi pelajaran dan peringatan untuk bertobat dan beribadah kepadanya. Amin ya Rabbal A’lamin.
Penutup
Dalam sejarah di Aceh pernah terjadi tsunami sebelumnya dengan sebutan Ie Beuna. Ie Beuna merupakan salah satu jenis bala (malapetaka). Ie Beuna juga diyakini sebagai peringatan dan cobaan terhadap umatnya yang telah lalai kepada agamanya. Gempa dan Ie Beuna dianggap contoh kiamat kecil yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepada hambanya. Sebab itu, setiap orang supaya membuka mata, buka telinga, buka mata hati selebar-lebarnya. Kembali ke jalan yang benar. Tingkatkan keimanan yang teguh terhadap agama dalam satu wadah itikad ahlusunnah wal jama’ah. Selain itu kelestarian lingkungan perlu dijaga agar alam tidak murka dan bersahabat dengan manusia. Bagi masyarakat luar untuk dapat mengambil pelajaran yang berarti dari musibah ini.
Penulis: Piet Rusdi, S.Sos,  adalah seorang peneliti di Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.

http://plik-u.com/?p=304

JANGAN LUPA