Tanggal 17 Juni 1948 Presiden Soekarno berkunjung ke Sigli dan berpidato bersama Tgk Muhamamd Daod Beureueh di Lapangan Kuta Asan, stadion sepak bola kebanggaan masyarakat Pidie sekarang. Orang-orang tua di Pidie masih menyimpan memori itu.
Presiden Soekarno berangkat dari Banda Aceh sekitar pukul sembilan pagi. Ia sengaja memilih jalan darat untuk bisa langsung ribuan masyarakat yang menyambutnya di sepanjang jalan. Di beberapa tempat Soekrano segaja berhenti untuk memberi salam dan pidato singkatnya kepada masyarakat yang menantinya.
Seperti di Simpang Montasik. Dalam buku Prekundjungan Presiden Soekarno ke Atjeh diceritakan, di Simpang Montasik itu Soekarno menyampaikan terimakasihnya kepada warga Montasik yang telah mempersiapkan jalan menuju Blang Bintang untuk persiapan pembukaan Bandar Udara (Bandara). Kini, Bandara itu telah berdiri dan dikenal sebagai Bandara Internasional Sulthan Iskandar Muda.
Soekarno juga meminta maaf, karena tidak menggunakan bandara tersebut sebagai tempat pendaratan pesawat yang membawa rombongannya dari Jakarta dua hari sebelumnya; 15 Juni 1948, tapi mendarat di lapangan terbang Lhok Nga. “Saudara-saudara tentu merasa kesal, karena lapangan Blang Bintang tidak dipakai, dan dipakai lapangan terbang Lhok Nga, oleh karena lapangan itu lebih sempurna. Tetapi saya tetap berterima kasih kepada saudara-saudara, saya terharu atas persediaan saudara-saudara kepada kepala negara. Marilah kita sekarang menyorakkan merdeka,” kata Soekarno.
Ratusan warga yang memadati Simpang Montasik membalas teriakan “merdeka” yang dari Soekarno. Dari sana Soekarno kemudian melanjutkan perjalanan menuju Sigli. Jam satu siang rombongan presiden memasuki Kota Sigli dan disambut puluhan ribu rakyat Pidie di sepanjang jalan.
Soekarno langsung menuju ke Pendopo Bupati Pidie untuk makan siang. Jam dua siang, Soekarno menuju ke Lapangan Kuta Asan untuk menyampaikan pidatonya. Di bawah terik matahari ribuan rakyat sudah memadati lapangan tersebut, mulai dari jalan sampai ke tengah lapangan.
Bupati Pidie, Tgk Abdul Wahab naik ke mimbar untuk menyampaikan sambutannya dengan terikan Allahu Akbar dan pembacaan Fatihah dilanjutkan dengan penghormatan kepada presiden.
Setelah itu Bupati Tgk Abdul Wahab mempersilahkan Ketua Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia, Soerjo untuk menyampaikan pidato susulan. Soerjo menyampaikan kekagumannya kepada rakyat Pidie yang menyambut rombongan presiden. “Waktu mula-mula ke sini, saya tidak mengetahui bagaimana Sigli, tapi sekarang saya berdiri diantara masyarakat Pidie,” katanya.
Dalam pidatonya Soerjo meminta rakyat Pidie untuk berjuang terus mempertahankan republik yang disebutnya sebagai jembatan emas untuk mencapai kebahagiaan bersama. “Sekarang mari kita berpikir satu hal saja, yakni negara republik Indonesia,” teriaknya.
Pesan Abu Beureueh
Tgk Muhammad Daod Beureueh sebagai Gubernur Militer Aceh Langkat dan Tanah Karo selanjutnya tampil berpidato. Ia meminta agar seluruh rakyat Pidie mengumpulkan harta, tenaga dan pikiran untuk mempertahankan republik Indonesia dari rongrongan bangsa luar.
Di hadapan ribuan rakyat Pidie Abu Beureueh berkata. “Masa penjajahan Belanda dan Jepang telah kita lalui, sekarang telah datang masa kemerdekaan. Saudara-saudara yang terhormat, saya adalah manusia adalah manusia yang kosong, hanya dua perkara yang dapat saudara-saudara terima,” kata Abu Beureueh. Ia kemudian membayat dua ayar Alquran dan menjelaskan dua perkara yang disebutnya itu.
“Saudara-saudara, yang pertama dan yang kedua telah sampai, alangkah baiknya kalau saudara-saudara sendiri dapat mengerti apakah pesan tersebut, tetapi apa boleh buat, demikian lama Tuhan megiriman Alquran kepada kita, hingga sekarang belum dapat mengerti. Ayat pertama yang ringkas saya bacakan maksudnya adalah; Tuhan memerintahkan kepada ummt Nabi Muhammad SAW penghubi bumi Indonesia, diperintahkan kepada kita supaya sedia, mengumpulkan segala tenaga yang ada pada kita, terutama tenaga persatuan. Kedua, tenaga kekuatan harta, ketiga kekuatan pikiran, keempat kekuatan apa saja yang dapat kita bulatkan untuk menanti saat datangnya musuh. Sebelum musuh datang, kita terlebih dahulu memperlihatkan bagaimana kekuatan kita, supaya mereka gentar. Musuh kita musuh Nabi, musuh kita musuh Tuhan. Belanda yang angkara murka yang kembali hendak menjajah kita,” jelas Abu Beureueh penuh semangat.
Dalam pidatonya Abu Beureueh juga menekankan pentingnya menolak segala bentuh penjajahan. Berjuang untuk melawan penindasan sebagaimaan suruhan agama. Ia mengulang kembali apa yang telah terjadi di Aceh semasa melawan penjajahan Belanda dan Jepang, yang disebutnya sebagai kafir, musuh agama. Dalam pidatonya ia melanjutkan pesannya kepada rakyat Aceh di Pidie,
“Kita sudah barang tentu tidak mau dijajah. Kalau memang kita tidak mau dijajah, bersedia untuk menangkis, untuk menolak, untuk menggetarkan hati mereka sendiri, Ini ialah pesan Tuhan yang pertama. Saya yakin saudara-saudara memang sudah siap sedia lengkap dengan segala tenaga yang ada pasa saudara-saudara,” katanya.
Kemerdekaan yang telah diraih menurut Abu Beureueh merupakan nikmat yang harus disyukuri. Rakyat Aceh harus beryukur atas karunia Tuhan tersebut, tak boleh mengingkarinya. Dalam pidatonya Abu Beureueh melanjutkan. “Sebagai bukti kepada Tuhan, untuk mensyukuri Tuhan, menghilangkan kafir Belanda, kafir Jepang, dan meninggalkan bahan-bahan yang menguntungkan. Sekarang mau dilihat oleh Tuhan apa yang kamu lakukan. Kalau kamu ingkar kepada Tuhan, tidak kamu insyafi, tentu kamu akan mendapat kutuk,” tegasnya.
Abu Beureueh yakin rakyat Aceh di Pidie akan siap untuk menentang musuh yang akan kembali untuk menjajah. Di ujung pidatonya ia berpesan kepada para pejuang untuk selalu melindungi dan memberi kenyamanan bagi rakyat, meski dalam keadaan perang sekalipun. Tentang itu, Abu Beureueh berkata:
“Saudara-saudara, pesan Tuhan yang kedua, saya yakin saudara-saudara telah siap menentang musuh, menangkis Belanda. Maka, sambutlah pesan Tuhan yang kedua yakni bekerja dengan baik. Bawalah rakyat ke medan keamanan, bahkan ke medan kebahagiaan, kenikmatan. Sampai kini sekarang telah datang masa untuk saudara-saudara menerima wajangan dari paduka yang mulia presiden kita. Sambutlah dengan hati yang riang gembira. Demikianlah saya sudahi dengan doa selamat, mudah-mudahan saudara dalam aman dan tentram,” Abu Beureueh mengakhiri pidatonya.
Pesan Soekarno
Setelah Abu Beureueh berpidato, tiba giliran Presiden Soekarno untuk naik ke podium utama menyampaikan pesan dan wejangannya kepada rakyat Aceh di Pidie. “Saudara-saudara sekalian, lebih dahulu sebagai seorang yang beragama Islam, saya mengucapkan kepada saudara-saudara salam Islam, Assalamualaikum warahmatullah wabarakatu,” kata Soekarno membuka pidatonya.
Salam Soekarno dijawab dengan suara gemuruh oleh masyarakat Pidie yang memadati lapangan Kuta Asan. Setelah itu kata Soekarno, “Kemudian sebagai kepala negara saya hendak menyampaikan pekik merdeka. Minta disambut dengan sura yang membelah bumi, merdekaaa,” teriak Soekarno sambil mengacungkan tanganya yang tergepal ke udara.
Teriakan itu juga dijawab dengan terikan yang sama dengan gemuruh seisi stadion. Ini merupakan pengalaman pertama masyarakat Pidie berhadapan langsung dengan Presiden Soekarno. Mereka menyambutnya dengan suka cita dan penuh semangat. Soekarno selanjutnya menjelaskan tentang arti penting sebuah negara (Indonesia) yang baru didirikan, yang menuntut kedisiplinan dalam menjalankannya dengan segala peraturan perundang-undangan. “Negara ini adalah suatu negara yang berorganisasi, bertata tertib. Oleh karena itu saya minta agar juga tata tertib dijalankan, dihormati peraturan-peraturan dan tata tertib itu,” pinta Soekarno.
Selanjutnya, Soekarno menjelaskan kepada rakyat Pidie tentang pengakuat dunia internasional terhadap kemerdekaan Indonesia. Katanya, surat kabar di luar negeri seperti New York, Washington, London dan Paris menulis tentang lahirnya Indonesia sebagai sebuah negara republik yang merdeka dari penjajahan Belanda. “Every thing in the Republik of Indonesia is well,” katanya dalam bahasa Inggris. “Hal yang demikian mengangkat nama republik. Inilah yang membuat seluruh dunia menghormati kemerdekaan kita,” lanjut Soekarno.
Kepada para pemuda di Pidie, Soekarno meminta untuk mengingat sumpah pemuda dan memperkokoh persatuan, serta patuh dan setia kepada negara. Menutup pidatonya, Soekarno mengatakan, “Aku hendak meminta supaya dijaga tata tertib, dijaga persatuan dengan segenap bangsa kita semua. Semua bangsa yang mencintai kemerdekaan. Marilah, marilah, marilah saudara sekalian menyusun persatuan. Dengan adanya persatuan yang demikian kita dapat meneruskan perjuangan kita. Dengan demikian tidak ada kans sedikit juga bagi musuh untuk mejajah kembali. Sekianlah, Wassalamualaikumwarahmatullahwabaratuh, merdekaaa,” teriaknya menutup pidato. Teriak yang dijawab dengan teriakan yang sama oleh ribuan rakyat Pidie di Kuta Asan.
Dari Sigli Soekarno ke Bireuen
Usai pidato di Kuta Asan, sekitar pukul 14.45 WIB, Soekarno melanjutkan perjalanan ke Bireuen melalui jalan Peukan Pidie, Garot, Gle Gapui, Beureuneun, Meureudu hingga sampai ke Bireuen. Sepanjang jalan yang dilalui itu rakyat Aceh berbaris di samping jalan sambil melambaikan bendera merah putih. Di Bireuen Presiden Soekarno menginap di rumah Kolonel Husein Joesoef.
Esoknya, 18 Juni 1948, Presiden Soekarno memberi kursus politik kepada para pejabat di Bireuen dan sekitarnya. Kuliah umum itu diberikan Soekarno di Bioskop Murni pada jam sebelas. Sorenya, ia kembali memberikan kursus politik kepada para pemuda di sana. Dalam pidatonya, Soekarno memberikan kursus politik yang sama dengan apa yang disampaikannya di Kutaradja.
Malamnya, Soekarno menyampaikan pidato untuk rakyat Aceh di Bireuen. Pidato itu digelar di lapangan Cot Gapu yang dihadiri oleh lebih dari 100 ribu orang. Pidato yang disebut sebagai rapat umum tersebut dibuka oleh Bupati Aceh Timur T A Hasan selaku ketua panitia penyambutan presiden di Bireuen.
Sebagai pembicara pertama tampil Komisaris Negara Mr T Mohammad Hasan, dilanjutkan Gubernur Militer Aceh Langkah dan Tanah Karo Tgk Muhammad Daod Beureueh. Setelah itu baru Soekarno. Usai rapat umum di Cot Gapu itu, Presiden Soekarno dan rombongan kembali ke rumah Kolonel Husein Joesoef untuk menonton pertunjukan dan hiburan yang disajikan masyarakat Bireuen. Esoknya Soekarno kembali ke Kutaraja dan tiba di sana pukul 18.30 WIB.
sumber: harian-aceh.com (Fokus Oleh Iskandar Norman – 29 June 2011)
http://plik-u.com/?p=1994