Jumat, 20 Januari 2012

Idang Meulapeh, Tradisi Maulid di Aceh

Oleh Selamat Ginting

Ratusan tudung saji dibungkus kain berenda emas. Tudung berbentuk kerucut dengan warna dominan hijau, kuning, dan hitam itu dijaga seorang lelaki dan perempuan yang mengenakan pakaian adat Aceh. Pakaian yang didominasi warna hitam dan merah terang itu serasi dengan warna tudung saji maupun tenda-tenda yang berdiri di halaman masjid.

Di dalam tudung saji itu, tersaji makanan khas Aceh, mulai dari gulai ayam kampung, gulai kambing, gulai ikan, telur bebek, sayur nangka, buah-buahan, hingga makanan tradisional daerah Aceh. Ada yang menggunakan piring, ada pula yang dihidangkan dengan daun pisang dan bungkus kertas.

Itulah salah satu khanduri keu pang ulee atau kenduri masyarakat Aceh memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Disebut juga Idang Meulapeh (hidangan berlapis). Masyarakat Aceh menyebut Maulid Nabi dengan istilah Molod Raya. Acara yang diikuti ribuan masyarakat ini dipusatkan di Masjid Raya Baiturrahman, Ahad (16/5) lalu.

"Sebuah tradisi masyarakat Aceh yang perlu dipertahankan," ujar Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar. Ia terlihat puas saat memukul beduk tanda dimulai-nya perhelatan akbar yang dihadiri utusan masyarakat dari 23 kabupaten/ kota di Aceh. Hajatan di masjid kebanggaan masyarakat Aceh ini terasa istimewa.

Sebab, acara tersebut terakhir kali dilakukan oleh pemerintah provinsi pada 1993, masa Gubernur Ibrahim Hasan. Bagi masyarakat gampong (kampung), Idang Meulapeh saat Molod Raya tak pernah berhenti dari tahun ke tahun. Hal Ini selalu dilakukan masyarakat di gampong-gampong.

Terutama, di meunasah (mushala) dan masjid-masjid. Semua dilaksanakan secara sukarela oleh masyarakat yang menyumbangkan makanan dan minurtfan. Tradisi makan bersama bagi masyarakat di ujung barat Indonesia ini dilakukan sejak masa Kesultanan Aceh hingga saat ini.

Acara tersebut biasanya dilakukan .dalam rentang waktu Rabiul Awal dan Rabiul Akhir, secara berturut-turut selama tiga bulan. Dalam Molod Raya di masjid raya itu, tampil ulama karismatik Aceh, Tgk Syach Adnan Mahmud, yang telah berusia 105 tahun. Dalam tausiyahnya, ia mengatakan Nabi Muhammad menghadapi cobaan besar menegakkan agama Allah.

Oleh karena itu, ia berpesan agar umat Islam juga teguh seperti nabi saat menegakkan Islam. "Molod Raya harus dijadikan pijakan untuk mencontohperilaku teladan Nabi Muhammad." Sementara itu, Sekda Aceh, Husni Bahri, menyatakan tradisi masyarakat Aceh dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW ini sekaligus menjadi ajang silaturahim bagi masyarakat karena acara tersebut dihadiri masyarakat Aceh dari berbagai kabupaten dan kota.
Selain itu, kata Husni, hajatan ini dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat Aceh dan wisatawan. Selain ada unsur agama, juga ada unsur seni lainnya yang bisa dipertunjukkari. "Ada petuah agama, ilmu pengetahuan, seni budaya, wisata rohani, serta wisata kuliner berupa makanan khas daerah," ujar Husni.

Hal serupa dikemukakan Kepala Dinas Pariwisata Aceh. Marwan Sufi. Menurutnya, pemerintah akan kembali menjadikan acara ini sebagai acara tahunan untuk menarik wisatawan mengunjungi Aceh. "Ribuan pengunjung yang hadir dalam acara ini menjadi modal bagi pemerintah untuk menarik wisatawan."

Ketua Panitia Molod Raya. Tgk Azman Ismail, mengatakan, makanan yang dihidangkan merupakan sumbangan dari instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat. Ada pula sumbangan untuk kaum dhuafa dan yatim piatu. Tak hanya itu, masyarakat juga dihibur dengan seni kebudayaan yang bernapaskan Islam.
 
http://bataviase.co.id/node/219951

JANGAN LUPA